Jumat, 14 Desember 2007

Laporan: Ancol World Music 2007






Sempat diguyur hujan sore hari. Tim sound sempat terjadi kesibukan kecil yang tiba-tiba, tenda yang kurang lebar segera diganti dengan tenda yang lebar. Hanya sebentar saja hujan turun, bikin Pasar Seni Ancol makin sejuk. Padahal sesiangan panasnya bagai ada 5 matahari di atas Ancol!
Beberapa latihan sempat tertunda. Namun tak mengurangi kenikmatan menonton pertunjukan langka ini.

Jika anda datang ke Pasar Seni Ancol tanggal 8 Desember 2007 kemarin, maka anda akan merasakan rasa lain dari irama Indonesia. Musik etnik khas Indonesia bercampur dengan musik melodi masa kini. Tak jarang jika ditemukan banyak kejutan dalam pengalaman dengar kita.

Pukul 19.30 WIB Shanaz Haque dan Farid Shigeta, selaku MC, langsung ngebuka acara yang bertema penghijauan ini. “Menanam, Menumbuhkan Harapan” tajuk acaranya. Kedua MC pun berkali-kali mengkampanyekan tentang bahaya eksploitasi hutan dan pentingnya reboisasi. Yang menarik, di depan panggung ada sekitar 4000 bibit pohon jati yg siap dibagkan kepada penonton di akhir acara.

Acara dibuka dengan tarian multi etnis sambil menabuh tamborin. Tarian ini lebih menonjolkan etnis Jepang. Kemudian Viky Sianipar tampil dengan formasi yg kurang lebih sama dengan yang biasa ditampilin di Java Jazz. Membawain beberapa lagu dari album Toba Dreams dan Indonesian Beauty, Viky tampil atraktif bermain keyboard juga gondang batak di beberapa lagu. Teuku Rio juga mengiringi pementasan Viky Sianipar. Dengan membawakan musik cyang berjudul Journey to Deli dengan memberi ruang untuk jamming dengan beberapa player seperti pemain suling, gitar dan Viky sendiri pada keyboard. Palti Raja yang kerap dimaenkan juga asik banget dan bikin beberapa penonton manggut-manggut dan bergoyang-goyang. Sesudah pentas, Viky ngobrol sebentar dengan MC sambil nunggu set panggung buat next performer. Selain ngobrol, Viky juga 'dihadiahi' bibit pohon jati untuk ditanam.

Musisi selanjutnya adalah kolaborasi tiga mantan personil Krakatau tampil berikutnya setelah Viky Sianipar. Yaitu; Indra Lesmana (piano), Gilang Ramadhan (drums) dan Pra Budhi Dharma (bass) yg tergabung dalam Kayon - The Three Of Life tampil asik banget. Meski cuma bertiga tapi musik mereka terasa penuh mengusung tema Indonesia secara keseluruhan, mereka memainkan lagu-lagu yg mewakili beberapa daerah Indonesia seperti Betawi, Jawa, Sunda, Bali dan Melayu. Kerennya, mereka tidak membutuh alat musik tradisional untuk menciptakan kesan etnik tersebut. Dentingan piano, pukulan drum dan cabikan bass mereka cukup mampu untuk membuat kesan etnik. Bahkan Indra Lesmana pun tak hanya memainkan tuts piano tapi juga memetik senar piano yg ada di dalam badan piano untuk mengeluarkan bunyi-bunyi yg unik. Seperti juga Viky, mereka pun sempat ngobrol sebentar dengan MC dan penonton, serta tak lupa diberi oleh-oleh bibit pohon jati..

Musik Asia Selatan mengalun rancak. Diiringi tarian kembali menyelingi acara. Dua penari india yang tampil satu persatu meliuk-liuk di bawah panggung memukau penonton. Jangan salah, tari india yg ini jauh beda dengan yg biasa ada di film-film india.

Selanjutnya Balawan tampil setelah tarian india tersebut. Seperti biasa, ia bersama rekan-rekan Batuan Etnik Fusion dan satu violis tamu. Balawan membawakan beberapa lagu yang sudah lumayan akrab di kuping penggemar jazz & world music seperti Magic Reong dan Mainz In My Mind.. Yang agak berbeda kali ini adalah Balawan tidak memainkan gitar double necknya melainkan dua gitar yg salah satunya dipasang di sisi panggung.. Malam itu juga tak ada atraksi 'tabuh perkusi' di gitarnya. Tapi itu tak mengurangi keasikan penampilannya karena beberapa lagu juga diperpanjang durasinya dengan jamming.. dan kselesai tampil, Balawan pun tak luput dari pemberian amanat penanaman pohon jati setelah sebelumnya sempet ngobrol2 dengan MC dan penonton.

Simak Dialog tampil selanjutnya, nama yang unik ditambah kekhasan dari grup musik ini adalah kendang sectionnya. Ketiga personelnya itu terlihat menyatu dengan instrumen yg lain. Sengaja mereka memampatkan durasi musik mereka, karena versi aslinya memang sangat panjang, apalagi hari juga semakin malam.

Selesai Simak Dialog, Nugie tampil akustikan. Agak janggal juga melihat Nugie tampil di tengah-tengah performe world music. Tapi memang tema acara itu memang sangat cocok untuk Nugie memang ikon dari kecintaan terhadap alam. Tampil minimalis dengan gitar akustik, Nugie sangat komunikatif dengan penonton. Bukan hanya karena lagu-lagunya yang sudah akrab di kuping penonton, tapi juga di tengah-tengah lagu Nugie menitipkan pesan-pesan tentang lingkungan hidup yang juga menyatu dengan lagunya.

waktu Nera tampil menutup acara, scating vokalisnya mirip-mirip dengan seruan-seruan a la papua pedalaman.

Acara yang menarik untuk selalu disimak dan memanjakan indera pendengaran. Sebuah pengalaman lain bagi rasa dalam batin. Mengobati rasa kangen pada impuls-impuls di Pasar Seni Ancol. Sampai Jumpa dalam Ancol World Music 2008.

Tulisan dan beberapa foto dari Troy (http://sitroy.multiply.com/photos/album/20/Konser_Ancol_World_Music_Festival



Senin, 03 Desember 2007

World Music

Sewaktu saya pertama kali melihat musik Viky Sianipar, secara tak sengaja karena niatnya nonton launching album Sudjiwo Tedjo yang berjudul "Yaiyo", saya terkesima dan kagum dengan keindahan instrumen musik Indonesia yang dibawakannya dengan cara yang berbeda. Beberapa instrumen musik yang digunakan pun tidak saya kenal, namun mempunyai jenis bunyi yang unik.

Sebelumnya.
Dulu saya menyukai musik Djaduk Ferianto yang juga menggabungkan alat musik tradisional dengan alat musik modern. Malah semenjak kecil saya menyukainya, mungkin karena tinggal di kota yang sama d
an kental akan kegiatan keseniannya. Masih teringat sampai sekarang lagu "Menyanyi di Televisi" dan "Kopi Bu Sukopi"-nya Djaduk yang waktu itu nama bandnya, kalo tidak salah, Katebe. Bahkan bintang video klipnya pun saya masih inget. Didik Nini Thowok. Dan ditayangkan di TVRI Jogja. Djaduk menggabungkan irama keroncong dengan rasa rock yang lembut lewat gitar listrik dan drum-nya. Terkadang suara ukulele menimpali. Walaupun saya tak yakin dengan ingatan masa kecil saya itu, namun lagu-lagu itu sampai sekarang masih terngiang di kepala.

Saya tak tahu banyak tentang dunia permusikan. Membaca not aja saya kesusahan. Antara pentatonik dan diatonik
pun saya masih bingung. Namun saya juga terkagum-kagum saat Jaya Suprana, dalam sebuah acara di Jak-TV Jakarta, mendemonstrasikan dengan piano perbedaan antara intonasi musik dangdut, musik Sunda dan musik Jawa. Ai... betapa kayanya khasanah musik Indonesia ya!

***

Yang lebih mengagumkan lagi. Dan saya juga terkaget-kaget, setengah tak percaya. Aliran musik Indorock yang popul
er di Belanda lalu Eropa tahun 60'an diperkenalkan oleh putra-putra Indonesia. The Tielman Brothers nama grupnya. Asli Indonesia. Kebanyakan personelnya dari Maluku. Tapi memulai karir musiknya di Surabaya dan hijrah ke Belanda. Mereka menggabungkan musik keroncong yang terimbas juga budaya Portugis, dengan musik rock dan didominasi oleh permainan gitar yang mumpuni, maka lahirlah Indorock!

Hanya ironisnya. Jarang masyarakat Indon
esia yang mengetahuinya. Jauh sebelum Jimy Hendrix memainkan gitar dengan gaya yang memukau, The Tielman Brothers sudah memulainya lebih dulu. Bahkan permainan musik dan aksi panggung mereka yang enerjik menjadi trend baru di Eropa waktu itu! Mereka sudah memainkan gitar dengan kaki, gigi, memainkan gitar di belakang kepala bahkan dipukul dengan stick drum! Dan kabarnya, Sir Paul McCartney yang anggota The Beatles itu mengakui jika musiknya terinspirasi dari The Tielman Brothers (jika anda sudah mendengarkan musik The Tielman, pasti ada kemiripan dengan beberapa aransemen The Beatles atau di lagunya Elvis). Dan saat The Tielman melakukan konser di Jerman, Elvis Presley pun menyempatkan diri untuk hadir di sana.

***

Begitu kayanya khasanah musik Indonesi
a jika dieksplor. Digali. dan dikembangkan. Benih yang ditanam nenek moyang kita akan berkembang oleh anak-cucunya. Budaya tak pernah berhenti, dan sejarah tak pernah salah. Indonesia punya banyak budaya tinggi. Walau bangsa lain mengaku dirinya memilikinya, maka sejarah akan membenarkan dengan caranya.

Hal ini juga yang mengilhami untuk dibuatnya suatu event yang mengeksplor khasanah musik Indonesia. Tanggal 8 Desember 2007 ini, bertempat di Pasar Seni Ancol, musisi-musisi Indonesia akan
mengeksplor ragam musik tradisional. Inilah saatnya tradisionalisme bersatu dengan modernisme.

Dengan digawangi oleh Indra Lesmana,
Pra Budidharma, Gilang Ramadhan, Viky Sianipar, Balawan dengan Batuan Etchnic Fusion-nya, Nugie, Riza Arshad, Tohpati serta Nera mereka akan menunjukkan kekayaan musik Dunia dan Indonesia, khususnya. Tak lupa Shahnaz Haque dan Farid Shigeta akan memandu acara yang akan dimulai jam 7 malam itu.

Dunia begitu indah dengan iramanya.
Sayang jika acara ini sampai terlewatkan.
Paling tidak harus menunggu sampai tahun
depan untuk menikmatinya lagi.