Minggu, 26 Juli 2009

“HYBRIDIZATION” Inauguration Of North Art Space



“Dalam konteks seni rupa, perbincangan seputar hibridisasi diawali pada praktik seni rupa kontemporer di Indonesia terutama ketika dimulai dengan perdebatan pos-modern, sejak perhelatan besar Biennale – Jakarta IX di Taman Ismail Marzuki- Jakarta tahun 1993-94. Kurator Jim Supangkat dalam pengantarnya menggugat modernisme dan seni modern di Barat, serta munculnya gejala budaya yang menolak segala keteraturan dan kemapanan yang dibentuk sejarah seni rupa Barat. Posmodernisme merupakan gejala budaya dimana segala bentuk seni dan budaya-budaya berbaur dan bercampur, hingga pemikiran-pemikiran lokal dan tradisional terakomodasikan lewat ungkapan-ungkapan seni.



Hibridisasi seni rupa kontemporer, bukan saja berangkat dari pembauran medium dan budaya, tetapi juga bagaimana konstruksi pikiran dan bahasa rupa atau tanda-tanda yang telah bersilang dengan beragam jaman dan praktik-praktik sosial lainnya. Maka seiring dengan perkembangan jaman, praktik dan pemikiran seni rupa modern di Indonesia, hibridisasi menjadi suatu proses pembebasan diri terhadap dogma-dogma sejarah seni rupa barat (kolonialisme), mempertimbangkan adanya sejarah seni rupa modern Indonesia -termasuk pertumbuhan infrastruktunya- memberikan kemungkinan praktik seni yang melibatkan aspek - aspek kehidupan sosial masyarakat dalam pemikiran-pemikirannya, juga dengan mempertimbangkan budaya lokal. Maka hibridisasi menjadi proses pemikiran yang tengah berkecamuk dan berlangsung saat ini”. Itulah catatan Rifky Effendy sebagai kurator dalam pameran yang bertajuk “Hybridization” yang di helat dalam rangka Inauguration of North Art Space, pada hari Jumat 17 April 2009. Prosesi resminya akan diawali pada pukul 18.30 WIB dilanjutkan pameran yang akan berlangsung sampai tanggal 3 Mei 2009.



North Art Space (NAS) merupakan bentuk baru, yang dulunya merupakan galeri Pasar Seni Ancol. NAS hadir dengan semangat dan rasa baru. Menjadi pusat kegiatan pengembangan dan penyajian karya seni rupa yang dinamis, kreatif, inovatif, dan demokratis untuk meningkatkan apresiasi seni masyarakat Indonesia yang memiliki jati diri budaya kuat di tengah pergaulan dunia. NAS akan menjadi embrio bagi hadirnya ruang yang lebih besar, yaitu Pasar Seni Ancol itu sendiri. Kejayaan Pasar Seni Ancol kini perlu disegarkan kembali. Dan NAS akan menjadi sarana bagi seluruh seniman secara lebih terbuka. NAS merupakan bagian penting dari revitalisasi tersebut. “Ruang galeri yang baru telah berubah total. Kini arsitektur ruang dalamnya lebih berkesan clean, minimalis dan modern. Dari sisi ini sudah terlihat jelas NAS memang dibangun sebagai jawaban atas kebutuhan ruang publik bagi praktik seni rupa masa kini/kontemporer. Ruang seni yang dibangun diharapkan bisa menjadi ruang dialog serta interaksi budaya yang produktif bagi masyarakat”, begitu menurut Chris Dharmawan, dari Semarang Gallery.



“Hybridization” merupakan pameran pertama yang dilakukan oleh NAS, sekaligus menjadi acara pembukaan galeri secara resmi. Pameran ini dirancang bersama dengan Galeri Semarang, sebagai gallery partner. Hibridisasi seni rupa kontemporer tidak hanya saling membaurkan masalah medium, tetapi kehidupan masyarakat serta budaya lokal dan pemikiran-pemikirannya terakomodasi dalam proses pengungkapan karya seni.




Seniman-seniman yang dipilih dalam pameran ini memamerkan karya-karya dalam beragam medium. Haris Purnomo, Arie Dyanto, Soni Irawan, Sapto Sugiyo Utomo, Galam Zulkifli, Andy Dewantoro, Hanafi, NGK Ardana, Gede Mahendra Yasa, Agus Sumiantra dan Irwan Bagja Dermawan (Iweng) memamerkan lukisan. Sementara Heri Dono, Agus Suwage, Yani Maryani, Ketut Moniarta dan Albert Yonathan menampilkan obyek/instalasi. Lalu dari fotografi/digital artwork diisi oleh FX Harsono, Indra Leonardi dan Davy Linggar. Adapun Jompet, Tromarama dan Prilla Tania menampilkan video art. Sedangkan Saftari bermain dengan dua medium: lukisan dan obyek/instalasi.

Tidak ada komentar: